Senin, 01 April 2013

WANGŚAKARTA DI KERAJAAN KUTAI
(WAHYU DWI HERLAMBANG N.H/120731435958/38/05/SIK-B)

Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia yang bercorak hindu. Kerajaan Kutai terletak di Kalimantan Timur, tepatnya di hulu Sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama tempat dimana ditemukannya prasasti yang menggambarkan situasi dan kondisi kerajaan tersebut. Prasasti yang ditemukan di Kalimantan Timur pada mulanya hanya empat buah yūpaˡ, tetapi kemudian ditemukan tiga buah lagi.² Tujuh buah prasasti yūpa yang ditemukan membantu para sejarawan untuk meneliti dan menginterpretasi kerajaan Kutai ini. Dalam prasasti yūpa huruf yang dipahatkan adalah huruf Pallawa dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Sanskerta. Dalam prasasti-prasasti itu dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan Kutai adalah Kundungga (orang asli Indonesia), raja kedua adalah Aśwawarman (pendiri keluarga kerajaan/wangśakarta) dan raja yang paling terkemuka adalah Mūlawarman.
Di bawah ini merupakan isi dari salah prasasti yang menyebutkan silsilah raja Mūlawarman, isinya adalah sebagai berikut :
Ҫrỉmatah ҫrỉ-narendrasya,
Kuṇḍuṅgasya mahãtmanaḥ,
Putro ҫvavarmmo vikhyãtah,
Vaṅҫakarttã yathãṅҫumãn,


ˡ B.Ch. Chabbra, “Expansion of Indo-Aryan Culture, JASB, 33, 1935, hlm. 45; N.J. Krom,   Zaman Hindu, 1954, hlm. 16
² B.Ch. Chabbra, “Three more yupa inscriptions of King Mūlawarmman from Kutai (East Borneo)”, TBG, LXXXIII, 1949, hlm. 370-374

Tasya putrã mahãtmãnaḥ,
Trayas traya ivãgnayaḥ,
Tesãn trayãṅãm pravaraḥ,
Tapo-bala-damãnvitaḥ,
Ҫrỉ mūlavarmmã rãjendro,
Yaṣṭvã bahusuvarṇnakam,
Tasya yajnňasya yūpo ‘yam,
Dvijendrais samprakalpitaḥ.
Terjemahan :
Sang Mahãrãja Kundungga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang Aśwawarmman namanya, yang seperti Angśuman (=dewa Matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aśwawarmman mempunyai putra tiga, seperti api (yang suci) tiga. Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mūlawarmman, raja yang berperadaban baik, kuat dan kuasa. Sang Mūlawarmman telah mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan) emas-amat-banyak. Untuk peringatan kenduri (selamatan) itulah tugu batu ini didirikan oleh para brahmana.³
Dalam keterangan isi prasasti di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa raja Kundungga adalah raja yang pertama, lalu raja kedua ialah Aśwawarmman yang merupakan anak dari Kundungga, setelah itu adalah Mūlawarmman sebagai anak ketiga yang berkedudukan sebagai penguasa dalam generasi ketiga sekaligus sebagai raja yang paling terkemuka. Dalam prasasti itu disebutkan tentang kebaikan raja Mūlawarmman melakukan selamatan, sehingga para brahmana mendirikan yūpa sebagai tanda penghormatan kebaikannya.


³ R.Ng. Poerbatjaraka, Riwayat Indonesia I, 1952, hlm. 9

                     Dalam prasasti ini disebutkan bahwa raja Aśwawarmman adalah pendiri keluarga kerajaan (vaṅśakarttã/wangśakarta). Mengapa raja Aśwawarmman yang disebut sebagai pendiri keluarga kerajaan (wangśakarta) ? Kenapa bukan Kundungga? Ternyata maksud dari istilah wangśakarta (pendiri keluarga raja) adalah seberapa besar dan kuat pengaruh kebudayaan India dalam keluarga kerajaan, sehingga raja Aśwawarmman dianggap sebagai pendiri keluarga kerajaan di Kutai. Maksud dari seberapa besar pengaruh kebudayaan India terhadap keluarga kerajaan adalah contoh kecilnya dalam masalah pemakaian nama-nama yang berbau India serta betapa seriusnya raja Aśwawarmman dalam memahami dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam hal keagamaan. Itulah mengapa raja Aśwawarmman dikatakan sebagai pendiri keluarga kerajaan (wangśakarta), karena namanya sudah berbau India, dia juga sudah memeluk agama Hindu serta agama tersebut sudah menyebar dalam lingkungan keluarga raja. Dalam masa pemerintahan Kundungga (beliau belum diangkat sebagai raja, melainkan kepala suku), agama Hindu belum terlalu mempengaruhi segala aspek kehidupan penduduk Kutai pada masa itu, serta nama Kundungga belum berbau India (melainkan nama asli Indonesia) dan Kundungga masih menganut kepercayaan nenek moyang (animisme dan dinamisme) sehingga beliau (Kundungga) tidak dianggap sebagai pendiri keluarga kerajaan (wangśakarta) (Wismulyani, 2007: 6).
                      Sejak pemerintahan raja Aśwawarmman berlangsung, maka wangsa Aśwawarmman dimulai. Raja-raja seterusnya atau para pengganti yang menggantikannya (raja Aśwarmman) sudah terkena pengaruh dari kebudayaan India. Berikut ini akan disebutkan daftar susunan silsilah raja-raja yang berkuasa di kerajaan Kutai. Raja-raja yang akan disebutkan merupakan keturunan dari raja Aśwawarmman dan merupakan rentetan dari wangsa Aśwawarmman. Mengapa mereka disebut rentetan dari wangsa tersebut? Hal itu disebabkan karena raja-raja tersebut menganut agama dari para pendahulunya, melestarikan kebudayaan dari raja sebelumnya, sehingga pengaruh dari India tetap terjaga dan lestari di lingkup keluarga kerajaan pada khususnya dan di sekitar kerajaan atau di tengah-tengah kehidupan masyarakat pada umumnya.



Silsilah Raja-Raja Di Kerajaan Kutai4

·         Maharaja Mūlawarman Naladewa
·         Maharaja Sri Warman
·         Maharaja Marawijaya Warman
·         Maharaja Gajayana Warman
·         Maharaja Tungga Warman
·         Maharaja Jayanaga Warman
·         Maharaja Nala Singa Warman
·         Maharaja Nala Perana Tungga
·         Maharaja Gadongga Warmana Dewa
·         Maharaja Indra Warmana Dewa
·         Maharaja Sangga Wirama Dewa
·         Maharaja Singa Wargala Warmana Dewa
·         Maharaja Candera Warman
·         Maharaja Perabu Mula Tungga Dewa
·         Maharaja Nala Indera Dewa
·         Maharaja Indera Mulia Warmana Dewa
·         Maharaja Sri Langka Dewa
·         Maharaja Guna Perana Tungga
·         Maharaja Wijaya Warmana
·         Maharaja Indera Mulia
·         Maharaja Sri Aji Dewa
·         Maharaja Mulia Putra
·         Maharaja Nala Pendita
·         Maharaja Indera Paruta
·         Maharaja Darma Setia


4 Nugroho, I.P. & Prabandari, R., Sejarah Peradaban Manusia Zaman Kutai Purba, 1988, hlm. 23
                     Dari kesekian raja-raja yang berkuasa di kerajaan Kutai yang termasuk dalam anggota wangsa Aśwawarmman yang paling dikenal dan banyak disebut dalam prasasti yūpa adalah raja Mūlawarman. Tidak mengherankan apabila dalam buku-buku lain tentang sejarah Kutai lebih banyak menjelaskan tentang raja Mūlawarman daripada raja-raja lain, karena lebih banyak data dari yūpa yang menjelaskan tentang dirinya (Mūlawarman), sedangkan data tentang raja-raja yang lain sedikit. Meskipun begitu, raja-raja yang tidak terkenal lainnya tetap termasuk raja yang masuk dalam anggota sistim wangsa Aśwawarmman. Hal tersebut bisa terjadi karena nama-nama mereka sudah berbau budaya India. Nama-nama raja yang sudah berbau budaya India bisa dilihat dari unsur-unsur pembentuk katanya, seperti warman, dewa, mulia, pendita, setia, paruta, indera, tungga, wirama dan lain sebagainya. Selain unsur nama yang berbau India, pengaruh dari India yang masuk ke dalam kerajaan Kutai adalah soal keagamaan. Upacara penghinduan sebagai simbol masuknya seseorang ke dalam ajaran agama Hindu adalah Vratyastoma. Upacara ini merupakan syarat wajib bagi penduduk kerajaan Kutai untuk masuk dalam agama Hindu, tidak peduli penduduk kecil, pedagang, maupun yang lainnya, bahkan untuk anggota keluarga kerajaan sendiri harus melakukan upacara Vratyastoma agar bisa masuk ke dalam ajarannya (agama Hindu). Upacara Vratyastoma dilakukan di Waprakeśwara. Santiko (1989: 2) mengatakan bahwa Waprakeśwara ialah suatu tempat yang berpagar semacam punden desa. Upacara ini pada awalnya dipimpin langsung oleh brahmana yang didatangkan khusus dari India, tetapi lambat laun upacara ini dipimpin oleh brahmana dari orang Indonesia asli, mungkin itu terjadi dalam kala penghinduan raja Mūlawarman. Adanya kaum brahmana asli dari Indonesia membuktikan bahwa penduduk kerajaan Kutai pada zaman dahulu sudah berintelektual tinggi, bisa dikatakan begitu karena penguasaan bahasa Sanskerta pada dasarnya bukan bahasa sehari-hari penduduk Indonesia, melainkan bahasa resmi para Brahmana dalam masalah keagamaan agama Hindu. Sedangkan bahasa penduduk pada waktu itu adalah K’un-lun, yaitu sebuah bahasa Indonesia yang tercampur dengan kata-kata Sanskerta.5 Selain itu, kebudayaan dari India juga mempengaruhi kerajaan Kutai. Semisal, pada masa pemerintahan raja Aśwawarman ada sebuah upacara yang unik, yaitu Aśwamedha. Aśwamedha merupakan sebuah upacara untuk menentukan daerah kerajaan dengan melepaskan kuda-kuda yang diikuti oleh tentara prajurit kerajaan, maksudnya dimana ada bekas jejak kuda, di situ batas daerah kekuasaan kerajaan (Wismulyani, 2007: 6).

5 R.Ng. Poerbatjaraka, op.cit., hlm. 22
DAFTAR RUJUKAN

Chhabra, B.Ch., “Expansion of Indo-Aryan Culture”, JASB, 33, 1935 (terbit pula dalam bentuk buku: Expansion of Indo-Aryan Culture during Pallawa Rule, New Delhi: Munshi Ram Manohar Lai, 1965).
----, “Three more yupa inscriptions of King Mulavarman from Kutei (East Borneo)”, JGIS, XII, 1945, hlm. 14-39 (diterbitkan pula dalam TBG, LXXXIII, 1949, hlm. 370-374).
Poerbatjaraka, R.Ng. 1952. Riwajat Indonesia I. Djakarta. Jajasan Pembangunan.
Nugroho, I.P & Prabandari, R. 1988. Seri Penerbitan Sejarah Peradaban Manusia Zaman Kutai Purba. Jakarta. Gita Karya.
Wismulyani, E. 2007. Kejayaan Bangsa di Zaman Kerajaan. Klaten. Cempaka Putih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar