WANGŚAKARTA
DI KERAJAAN KUTAI
(WAHYU DWI HERLAMBANG N.H/120731435958/38/05/SIK-B)
Kerajaan
Kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia yang bercorak hindu. Kerajaan
Kutai terletak di Kalimantan Timur, tepatnya di hulu Sungai Mahakam. Nama Kutai
diambil dari nama tempat dimana ditemukannya prasasti yang menggambarkan
situasi dan kondisi kerajaan tersebut. Prasasti yang ditemukan di Kalimantan
Timur pada mulanya hanya empat buah yūpaˡ, tetapi kemudian ditemukan tiga buah
lagi.² Tujuh buah prasasti yūpa yang ditemukan membantu para sejarawan untuk
meneliti dan menginterpretasi kerajaan Kutai ini. Dalam prasasti yūpa huruf
yang dipahatkan adalah huruf Pallawa dan bahasa yang digunakan adalah bahasa
Sanskerta. Dalam prasasti-prasasti itu dapat diketahui bahwa raja pertama
kerajaan Kutai adalah Kundungga (orang asli Indonesia), raja kedua adalah Aśwawarman
(pendiri keluarga kerajaan/wangśakarta)
dan raja yang paling terkemuka adalah Mūlawarman.
Di
bawah ini merupakan isi dari salah prasasti yang menyebutkan silsilah raja
Mūlawarman, isinya adalah sebagai berikut :
Ҫrỉmatah ҫrỉ-narendrasya,
Kuṇḍuṅgasya mahãtmanaḥ,
Putro ҫvavarmmo vikhyãtah,
Vaṅҫakarttã yathãṅҫumãn,
ˡ
B.Ch. Chabbra, “Expansion of Indo-Aryan Culture, JASB, 33, 1935, hlm. 45; N.J.
Krom, Zaman Hindu, 1954, hlm. 16
²
B.Ch. Chabbra, “Three more yupa inscriptions of King Mūlawarmman from Kutai
(East Borneo)”, TBG, LXXXIII, 1949, hlm. 370-374
Tasya putrã mahãtmãnaḥ,
Trayas traya ivãgnayaḥ,
Tesãn trayãṅãm pravaraḥ,
Tapo-bala-damãnvitaḥ,
Ҫrỉ mūlavarmmã rãjendro,
Yaṣṭvã bahusuvarṇnakam,
Tasya yajnňasya yūpo
‘yam,
Dvijendrais
samprakalpitaḥ.
Terjemahan :
Sang
Mahãrãja Kundungga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang Aśwawarmman
namanya, yang seperti Angśuman (=dewa Matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat
mulia. Sang Aśwawarmman mempunyai putra tiga, seperti api (yang suci) tiga.
Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mūlawarmman, raja yang
berperadaban baik, kuat dan kuasa. Sang Mūlawarmman telah mengadakan kenduri
(selamatan yang dinamakan) emas-amat-banyak. Untuk peringatan kenduri
(selamatan) itulah tugu batu ini didirikan oleh para brahmana.³
Dalam
keterangan isi prasasti di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa raja Kundungga
adalah raja yang pertama, lalu raja kedua ialah Aśwawarmman yang merupakan anak
dari Kundungga, setelah itu adalah Mūlawarmman sebagai anak ketiga yang
berkedudukan sebagai penguasa dalam generasi ketiga sekaligus sebagai raja yang
paling terkemuka. Dalam prasasti itu disebutkan tentang kebaikan raja
Mūlawarmman melakukan selamatan, sehingga para brahmana mendirikan yūpa sebagai
tanda penghormatan kebaikannya.
³ R.Ng. Poerbatjaraka,
Riwayat Indonesia I, 1952, hlm. 9
Dalam prasasti ini
disebutkan bahwa raja Aśwawarmman adalah pendiri keluarga kerajaan (vaṅśakarttã/wangśakarta). Mengapa raja
Aśwawarmman yang disebut sebagai pendiri keluarga kerajaan (wangśakarta) ? Kenapa bukan Kundungga?
Ternyata maksud dari istilah wangśakarta
(pendiri keluarga raja) adalah seberapa besar dan kuat pengaruh kebudayaan
India dalam keluarga kerajaan, sehingga raja Aśwawarmman dianggap sebagai
pendiri keluarga kerajaan di Kutai. Maksud dari seberapa besar pengaruh
kebudayaan India terhadap keluarga kerajaan adalah contoh kecilnya dalam
masalah pemakaian nama-nama yang berbau India serta betapa seriusnya raja Aśwawarmman
dalam memahami dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam hal keagamaan. Itulah
mengapa raja Aśwawarmman dikatakan sebagai pendiri keluarga kerajaan (wangśakarta), karena namanya sudah
berbau India, dia juga sudah memeluk agama Hindu serta agama tersebut sudah
menyebar dalam lingkungan keluarga raja. Dalam masa pemerintahan Kundungga
(beliau belum diangkat sebagai raja, melainkan kepala suku), agama Hindu belum
terlalu mempengaruhi segala aspek kehidupan penduduk Kutai pada masa itu, serta
nama Kundungga belum berbau India (melainkan nama asli Indonesia) dan Kundungga
masih menganut kepercayaan nenek moyang (animisme dan dinamisme) sehingga
beliau (Kundungga) tidak dianggap sebagai pendiri keluarga kerajaan (wangśakarta) (Wismulyani, 2007: 6).
Sejak pemerintahan raja Aśwawarmman berlangsung,
maka wangsa Aśwawarmman dimulai. Raja-raja seterusnya atau para pengganti yang menggantikannya
(raja Aśwarmman) sudah terkena pengaruh dari kebudayaan India. Berikut ini akan
disebutkan daftar susunan silsilah raja-raja yang berkuasa di kerajaan Kutai.
Raja-raja yang akan disebutkan merupakan keturunan dari raja Aśwawarmman dan
merupakan rentetan dari wangsa Aśwawarmman. Mengapa mereka disebut rentetan
dari wangsa tersebut? Hal itu disebabkan karena raja-raja tersebut menganut
agama dari para pendahulunya, melestarikan kebudayaan dari raja sebelumnya,
sehingga pengaruh dari India tetap terjaga dan lestari di lingkup keluarga
kerajaan pada khususnya dan di sekitar kerajaan atau di tengah-tengah kehidupan
masyarakat pada umumnya.
Silsilah
Raja-Raja Di Kerajaan Kutai4
·
Maharaja Mūlawarman Naladewa
·
Maharaja Sri Warman
·
Maharaja Marawijaya Warman
·
Maharaja Gajayana Warman
·
Maharaja Tungga Warman
·
Maharaja Jayanaga Warman
·
Maharaja Nala Singa Warman
·
Maharaja Nala Perana Tungga
·
Maharaja Gadongga Warmana Dewa
·
Maharaja Indra Warmana Dewa
·
Maharaja Sangga Wirama Dewa
·
Maharaja Singa Wargala Warmana Dewa
·
Maharaja Candera Warman
·
Maharaja Perabu Mula Tungga Dewa
·
Maharaja Nala Indera Dewa
·
Maharaja Indera Mulia Warmana Dewa
·
Maharaja Sri Langka Dewa
·
Maharaja Guna Perana Tungga
·
Maharaja Wijaya Warmana
·
Maharaja Indera Mulia
·
Maharaja Sri Aji Dewa
·
Maharaja Mulia Putra
·
Maharaja Nala Pendita
·
Maharaja Indera Paruta
·
Maharaja Darma Setia
4
Nugroho,
I.P. & Prabandari, R., Sejarah Peradaban Manusia Zaman Kutai Purba, 1988, hlm.
23
Dari kesekian raja-raja
yang berkuasa di kerajaan Kutai yang termasuk dalam anggota wangsa Aśwawarmman
yang paling dikenal dan banyak disebut dalam prasasti yūpa adalah raja
Mūlawarman. Tidak mengherankan apabila dalam buku-buku lain tentang sejarah
Kutai lebih banyak menjelaskan tentang raja Mūlawarman daripada raja-raja lain,
karena lebih banyak data dari yūpa yang menjelaskan tentang dirinya
(Mūlawarman), sedangkan data tentang raja-raja yang lain sedikit. Meskipun
begitu, raja-raja yang tidak terkenal lainnya tetap termasuk raja yang masuk dalam
anggota sistim wangsa Aśwawarmman. Hal tersebut bisa terjadi karena nama-nama
mereka sudah berbau budaya India. Nama-nama raja yang sudah berbau budaya India
bisa dilihat dari unsur-unsur pembentuk katanya, seperti warman, dewa, mulia, pendita, setia, paruta, indera, tungga, wirama
dan lain sebagainya. Selain unsur nama yang berbau India, pengaruh dari India
yang masuk ke dalam kerajaan Kutai adalah soal keagamaan. Upacara penghinduan
sebagai simbol masuknya seseorang ke dalam ajaran agama Hindu adalah Vratyastoma.
Upacara ini merupakan syarat wajib bagi penduduk kerajaan Kutai untuk masuk
dalam agama Hindu, tidak peduli penduduk kecil, pedagang, maupun yang lainnya,
bahkan untuk anggota keluarga kerajaan sendiri harus melakukan upacara Vratyastoma agar bisa masuk ke dalam
ajarannya (agama Hindu). Upacara Vratyastoma
dilakukan di Waprakeśwara. Santiko
(1989: 2) mengatakan bahwa Waprakeśwara ialah suatu tempat yang berpagar semacam punden
desa. Upacara ini pada awalnya dipimpin langsung oleh brahmana yang
didatangkan khusus dari India, tetapi lambat laun upacara ini dipimpin oleh
brahmana dari orang Indonesia asli, mungkin itu terjadi dalam kala penghinduan
raja Mūlawarman. Adanya kaum brahmana asli dari Indonesia membuktikan bahwa
penduduk kerajaan Kutai pada zaman dahulu sudah berintelektual tinggi, bisa
dikatakan begitu karena penguasaan bahasa Sanskerta pada dasarnya bukan bahasa
sehari-hari penduduk Indonesia, melainkan bahasa resmi para Brahmana dalam
masalah keagamaan agama Hindu. Sedangkan bahasa penduduk pada waktu itu adalah K’un-lun,
yaitu sebuah bahasa Indonesia yang
tercampur dengan kata-kata Sanskerta.5 Selain
itu, kebudayaan dari India juga mempengaruhi kerajaan Kutai. Semisal, pada masa
pemerintahan raja Aśwawarman ada sebuah upacara yang unik, yaitu Aśwamedha. Aśwamedha merupakan sebuah upacara untuk menentukan daerah
kerajaan dengan melepaskan kuda-kuda yang diikuti oleh tentara prajurit
kerajaan, maksudnya dimana ada bekas jejak kuda, di situ batas daerah kekuasaan
kerajaan (Wismulyani, 2007: 6).
5
R.Ng.
Poerbatjaraka, op.cit., hlm. 22
DAFTAR RUJUKAN
Chhabra,
B.Ch., “Expansion of Indo-Aryan Culture”, JASB, 33, 1935 (terbit pula dalam
bentuk buku: Expansion of Indo-Aryan Culture during Pallawa Rule, New Delhi:
Munshi Ram Manohar Lai, 1965).
----,
“Three more yupa inscriptions of King Mulavarman from Kutei (East Borneo)”,
JGIS, XII, 1945, hlm. 14-39 (diterbitkan pula dalam TBG, LXXXIII, 1949, hlm.
370-374).
Poerbatjaraka,
R.Ng. 1952. Riwajat Indonesia I.
Djakarta. Jajasan Pembangunan.
Nugroho,
I.P & Prabandari, R. 1988. Seri
Penerbitan Sejarah Peradaban Manusia Zaman Kutai Purba. Jakarta. Gita
Karya.
Wismulyani,
E. 2007. Kejayaan Bangsa di Zaman
Kerajaan. Klaten. Cempaka Putih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar